Pada masa saat ini, telah umum sekali bila beberapa orang yang mengambil photo dianya, atau selfie tiap-tiap jam atau bahkan juga beberapa menit sekali. Maksudnya memanglah baik, yakni untuk mengabadikan momen-momen paling baik mereka. Terutama, smartphone masa saat ini memanglah telah dilengkapi dengan kamera yang mutakhir hingga bakal sangatlah gampang untuk lakukan selfie setiap waktu.
Tetapi dari rutinitas selfie ini, sesungguhnya ada hal yang butuh di kuatirkan, yakni tentang kesehatan kejiwaan atau mental mereka yang ketagihan selfie. Berdasar pada disclose. tv, psikiater serta pekerja kesehatan mental yang lain menghubungkan rutinitas ini dengan penyakit mental narsisme serta obsesi seorang bakal tampilan mereka.
Dalam laman yang sama, psikiater Dr David Veal mengatakan bahwa dua dari tiga pasien datang padanya dengan keluhan Body Dysmorphic Disorder yang membuat merek bersikeras melakukan selfie berkali-kali sejak munculnya tren ini di sosial media. Ia mengatakan bahwa ia melihat kelakuan ini pada teman-temannya yang berkali-kali melakukan selfie untuk mendapat angle yang pas dan sangat aware dengan detail kulit mereka, garis alis, mata, pipi, gigi, rambut dan lain sebagainya agar terlihat bagus.
Meski memang tren dan kebiasaan ini tidak bahaya, namun secara bertahap dan dalam jangka waktu lama bisa membangun kesadaran diri dan kepercayaan diri berlebihan yang palsu. Bukannya menerima apa adanya tubuh Anda, Anda malah membuat gambaran “palsu” diri Anda untuk memuaskan diri sendiri. Bahkan ada orang yang menjadi tidak produktif karena menghabiskan waktu untuk mendapat foto terbaik saat selfie dan kehilangan banyak hal.
Jadi, sebelum kebablasan kecanduan selfie dan malah menuntun Anda pada penyakit mental, sebaiknya mulai cintai diri lebih dulu dan pasanglah foto apa adanya diri Anda.
Tetapi dari rutinitas selfie ini, sesungguhnya ada hal yang butuh di kuatirkan, yakni tentang kesehatan kejiwaan atau mental mereka yang ketagihan selfie. Berdasar pada disclose. tv, psikiater serta pekerja kesehatan mental yang lain menghubungkan rutinitas ini dengan penyakit mental narsisme serta obsesi seorang bakal tampilan mereka.
Dalam laman yang sama, psikiater Dr David Veal mengatakan bahwa dua dari tiga pasien datang padanya dengan keluhan Body Dysmorphic Disorder yang membuat merek bersikeras melakukan selfie berkali-kali sejak munculnya tren ini di sosial media. Ia mengatakan bahwa ia melihat kelakuan ini pada teman-temannya yang berkali-kali melakukan selfie untuk mendapat angle yang pas dan sangat aware dengan detail kulit mereka, garis alis, mata, pipi, gigi, rambut dan lain sebagainya agar terlihat bagus.
Meski memang tren dan kebiasaan ini tidak bahaya, namun secara bertahap dan dalam jangka waktu lama bisa membangun kesadaran diri dan kepercayaan diri berlebihan yang palsu. Bukannya menerima apa adanya tubuh Anda, Anda malah membuat gambaran “palsu” diri Anda untuk memuaskan diri sendiri. Bahkan ada orang yang menjadi tidak produktif karena menghabiskan waktu untuk mendapat foto terbaik saat selfie dan kehilangan banyak hal.
Jadi, sebelum kebablasan kecanduan selfie dan malah menuntun Anda pada penyakit mental, sebaiknya mulai cintai diri lebih dulu dan pasanglah foto apa adanya diri Anda.
